Pengikut

Senin, 14 November 2011

Mempertemukan logika dan pengalaman untuk membangun filsafat

Berfilsafat berarti melakukan kegiatan refleksi diri terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada. Ini berarti obyek filsafat meliputi semua yang sudah kita ketahui (lakukan) dan yang mungkin akan kita lakukan (kita ketahui/pelajari).  Oleh karena itu dalam kegiatan membangun filsafat, diperlukan luruhnya EGO yang ditandai dengan kerendahan hati untuk mengevaluasi semua yang sudah kita lakukan (ketahui), termasuk di dalamnya semua kelebihan dan kekurangannya.
Dalam kegiatan membangun filsafat, kita harus melakukannya secara menyeluruh, mendasar, dan bahkan spekulatif. Berfilsafat dilakukan secara menyeluruh, dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Membangun filsafat juga harus dilakukan secara mendasar mecakup apa? bagaimana? dan mengapa? kita melakukan dan akan melakukannya. Disamping dua hal itu, membangun filsafat juga bersifat spekulatif, artinya kita memulainya dengan sebuah spekulasi, kemudian menentukan buah pikiran yang dapat digunakan yang merupakan titik awal penjelajahan kita terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada.
Sesuai dengan hakekat membangun filsafat sebagai kegiatan refleksi diri secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, maka sangatlah diperlukan sebuah penalaran, yaitu suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang digunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta/pengalaman.
Penalaran yang bersumber pada rasio didasarkan pada logika berpikir yang deduktif, yaitu sebuah metode penarikan kesimpulan yang mendasarkan pada premis-premis (silogisme). Contoh penalaran dengan cara ini adalah pernyataan "jika matematika itu tunggal maka tidak konsisten" yang merupakan kesimpulan dari premis 1: "jika matematika itu tunggal maka tidak lengkap" dan premis 2: "jika matematika tidak lengkap maka ia tidak konsisten".
Penalaran yang bersumber pada fakta/pengalaman didasarkan pada logika berpikir yang induktif, yaitu sebuah penarikan kesimpulan yang didasarkan pada kasus-kasus khusus (fakta-fakta/pengalaman). Kelemahan metode ini adalah tidak ada jaminan konsistensi terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Suatu kumpulan fakta/pengalaman atau hubungan antara fakta/pengalaman belum bisa menjamin terbentuknya sebuah pengetahuan yang sistematis. 
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam membangun filsafat diperlukan sebuah sarana berpikir (penalaran) yang disebut logika, meliputi deduktif (rasio) dan induktif (fakta/pengalaman).

Baca: Salam dari Thailand

Tidak ada komentar:

Posting Komentar