Kegiatan filsafat merupakan refleksi, yaitu sebuah kegiatan berpikir yang mencakup kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan-gagasan, menanyakan ”mengapa” mencari jawaban yang lebih baik daripada jawaban pada pandangan mata. Filsafat sebagai kegiatan refleksi mengusahakan kejelasan, keutuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada pemahaman & pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Dapat dikatakan bahwa kegiatan filsafat mencakup 3 (tiga) hal pokok, yaitu: mempelajari aturan, bergantung pada pengalaman, dan mengikuti prinsip atau aturan tertentu.
Manusia sebagai makhluk yang dikaruniai pikiran tidak bisa terlepas dari kegiatan filsafat. Sejak manusia lahir telah dikaruniai pikiran. Oleh karenanya sejak saat itulah manusia mulai berfilsafat sesuai dengan ruang dan waktunya. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian tanpa hidupnya makhluk lain, menuntut manusia untuk bisa menjalankan berbagai peran (multi peran) dalam kehidupannya, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah (negara).
Kehidupan seorang manusia diawali dari lingkungan keluarganya. Dalam lingkungan ini mereka mulai belajar banyak hal, mulai dari belajar berkomunikasi hingga belajar tentang tanggungjawab. Tiga pilar filsafat yaitu apa, bagaimana, dan mengapa kita melakukan sesuatu mulai dipelajarai secara sederhana dengan semangat kebersamaan dalam keluarga. Pertanyaan seorang anak kecil tentang apa, bagaimana, dan mengapa manusia mati merupakan salah satu contoh aktifitas filsafat seorang anak yang disampaikan secara lugas dan sederhana namun tidak mudah untuk menjawabnya. Pertanyaan seorang anak kecil tentang mengapa ada taman pintar tetapi tidak ada taman nakal merupakan contoh lain kegiatan filsafat seorang anak yang juga tidak mudah untuk menjawabnya. Di dalam lingkungan keluarga inilah karakter dasar anak mulai dibangun. Dorothy Law Notle, menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya. Anak yang dibesarkan dengan rasa takut, ia telah belajar untuk gelisah. Sebaliknya anak yang dibesarkan dengan rasa persahabatan, ia telah belajar untuk menemukan cinta dalam kehidupannya.
Level kedua kehidupan manusia adalah setelah mereka besar dan mengenal lingkungan yang lebih luas, yaitu masyarakat sekitarnya. Disini mereka sudah mulai menjalankan peran yang tidak tunggal sebagai anggota keluarga saja tetapi setidaknya perannya sudah bertambah sebagai seorang anggota masyarakat yang harus mengikuti aturan-aturan/norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Cara berkomunikasi dan bertanggungjawab yang diperoleh dari keluarganya mulai diterapkan dalam lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat. Lingkup kehidupannya akan semakin meluas ketika mereka mulai memasuki dunia sekolah. Mereka mulai mengenal banyak teman dari berbagai daerah dengan berbagai karakternya, hingga mungkin banyak peran-peran tambahan yang harus dilaksanakannya. Sampai disini, setidaknya 3 (tiga) peran sudah mulai dijalankan, sebagai anak dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga sekolah. Ketiganya mempunyai aturan/norma tertentu yang harus dilaksanakan. Di dalam keluarga harus mematuhi norma/aturan keluarganya, demikian pula ketika melaksanakan perannya di dalam masyarakat dan sekolah juga harus patuh terhadap norma/aturan yang berlaku di dalamnya.
Jangkauan yang lebih luas lagi adalah dalam lingkup pemerintahan/negara, mulai dari tingkat daerah (kabupaten), wilayah (provinsi), nasional, bahkan internasional. Dalam lingkup ini peran seorang manusia sebagai makhluk sosial menjadi lebih kompleks. Seseorang bisa sekaligus harus berperan sebagai kepala/anggota keluarga, ketua RT/RW dilingkungannya, sebagai pengajar, sebagai petani, dan sebagainya bisa mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada. Dalam keadaan yang demikian, kita tidak bisa menghindarinya, kecuali harus berusaha menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Di sinilah perlunya kita selalu berpikir untuk setidaknya mengatur agar multi peran yang ada bisa kita laksanakan sebaik-baiknya.
Berdasarkan uraian sederhana tersebut dapatlah disumpulkan bahwa manusia berfilsafat sejak dilahirkan untuk mengumpulkan pengetahuannya, mengajukan kritik dan menilai pengetahuannya yang akan mengantarkan kepada pemahaman dan membawanya kepada tindakan yang lebih baik dalam hidupnya. Kegitan ini mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada dalam ruang dan waktu tertentu, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintahan (negara) bahkan dunia (internasional). Hasil refleksi dari kegiatan berfilsafat menjadikan kita bisa menjalani hidup ini sesuai dengan ruang dan waktu yang bersesuaian. Kapan dan di mana kita harus melakukan atau tidak melakukannya selalu kita refleksi berdasarkan aturan, pengalaman, dan prinsip tertentu. Jadi, berfilsafat tidak lain adalah sebuah aktifitas untuk mendekati suatu keadaan yang disebut harmoni (setimbang) dalam kehidupan yang di dalamnya banyak peran (multi peran) yang harus dijalankan.
Sumber bacaan:
- Dari Langit – Kumpulan Esai Tentang Manusia, Masyarakat, dan Kekuasaan, Rizal Mallarangeng, KPG (Jakarta).
- Revolusi Cara Belajar – The Learning Revolution (Bagian I), Dryden&Vos, KAIFA (Bandung).