Pengikut

Jumat, 30 September 2011

Refleksi dari Elegi Menggapai Matematika Yang Tidak Tunggal

Identifikasi aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Aspek Ontologi:
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian Matematika. Beberapa pendapat yang berbeda itu muncul karena sudut pandang yang berbeda dalam memaknai pengertian Matematika. Berdasarkan obyeknya, Matematika adalah ilmu yang ABSOLUT, IDEAL, ABSTRAK dan bersifat TETAP. Sedangkan berdasarkan Metodenya, Matematika merupakan PENGALAMAN yang sifatnya KONGKRIT dan RELATIF. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal.

Aspek Epistemologi:
Berdasarkan pendapat bahwa Matematika itu ilmu yang ABSOLUT, IDEAL, ABSTRAK dan bersifat TETAP, lahirlah apa yang disebut dengan istilah Matematika Murni yang memandang Matematika sebagai ilmu tentang struktur formal dan lambang. Sedangkan berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa Matematika merupakan PENGALAMAN yang bersifat KONGKRIT dan RELATIF, lahirlah apa yang disebut dengan Matematika Sekolah, yaitu Matematika yang dipilih untuk kepentingan pendidikan.

Aspek Aksiologi:
Berdasarkan elegi ini dapat diambil sebuah pelajaran, bahwa dalam pembelajaran Matematika di sekolah hendaknya mengkombinasikan dua pendapat mengenai pengertian Matematika. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat tingkat perkembangan mental peserta didik. Peserta didik SD dan SMP pada umumnya belum bisa untuk berpikir secara formal dengan obyek yang abstrak. Oleh karena itu, membangun pengetahuan Matematika pada peserta didik di jenjang itu harus dimulai dengan masalah yang kongkrit kemudian dibawa menuju yang lebih abstrak sesuai dengan tingkat perkembangannya.  Berdasarkan hal ini, sangatlah tidak relevan bentuk evaluasi dalam format UJIAN NASIONAL (UN) sebagai salah satu komponen PENENTU KELULUSAN seorang peserta didik. Faktanya, UN membuat proses membangun Matematika para peserta didik menjadi mengabaikan faktor perkembangannya, karena semua pihak telah menganggap bahwa SUKSES di UN merupakan segala-galanya.

Baca Elegi Menggapai Matematika Yang Tidak TUNGGAL

Kamis, 29 September 2011

Refleksi dari Elegi Menggapai Elegi

Identifikasi aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Aspek Ontologi:
Belajar berfilsafat adalah belajar merefleksi hidup, mencakup semua yang kita lakukan dan yang mungkin kita lakukan. Jadi, berfilsafat itu baru dalam batas pikiran (belum menentukan sikap/tindakan). Sikap/tindakan dari hasil refleksi itu haruslah divalidasi dengan menggunakan hati sesuai dengan ajaran agama yang diyakini. Jika tidak demikian, maka berfilsafat justru akan membahayakan diri sendiri, karena kita akan mendarat pada ruang dan waktu yang salah.

Aspek Epistemologi:
Untuk bisa berfilsafat (merefleksi diri) dengan baik dan benar, haruslah dilakukan dengan cara yang baik dan benar pula.  Belajar filsafat yang baik bisa dilakukan hanya jika kita berada pada posisi yang netral (NOL), karena dengan demikian pikiran kita akan mampu menjelajahi semua yang ada dan yang mungkin ada dengan lebih jernih dan kritis sehingga akan membuahkan hasil yang valid. Belajar filsafat juga harus dilakukan dengan benar, artinya harus dilakukan secara utuh (tidak hanya sepenggal-sepenggal). Kondisi ini hanya akan bisa diraih dengan cara berfilsafat itu sendiri dengan melibatkan fisik maupun mental secara total.

Aspek Aksiologi:
Bagi seorang guru, elegi ini memberikan pelajaran bahwa kita harus dengan IHLAS, terus menerus selalu melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dan akan kita lakukan dalam rangka mengemban tugas profesionalnya untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Proses ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran, dengan pikiran yang cerdas dan kritis dengan segenap jiwa dan raga. Profesi guru adalah sebuah pilihan. Ketika kita sudah memilihnya, maka kita harus melaksanakan semua tugas dan kewajiban yang melekat di dalamnya berikut segala konsekuensinya dengan penuh keihlasan.

Baca Elegi Memahami Elegi

Minggu, 25 September 2011

Refleksi Dari Elegi Pertengkaran Antara Biasa dan Tidak Biasa

Refleksi dari Elegi Pertengkaran Antara Biasa dan Tidak Biasa
Identifikasi aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Obyek filsafat, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada hakekatnya adalah sebuah wadah. Sebuah wadah yang dibiarkan kosong (tanpa isi) akan menjadi tidak bermakna dan akan sangat mudah dimanipulasi. Jika demikian adanya maka wadah-wadah itu akan akan sangat mudah dipermainkan. Manusia itu hanya sebuah wadah. Jika isinya, yaitu pikiran dan hati diabaikan, ia tidak beda dengan makhluk-makhluk yang lain. Pikiran dan hati itu juga wadah, maka kita harus mengisinya dengan cara selalu berpikir yang dilandasi dengan hati yang bersih agar menjadi pribadi yang bermakna, sehingga tidak mudah dimanipulasi/memanipulasi dan dipermainkan/mempermainkan.
Guru itu juga hanya sebuah wadah. Isinya adalah 4 (empat) kompetensi, yaitu kompetensi paedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Jika salah satu saja dari isi itu hilang (berkurang), maka wadah itu (guru) akan menjadi tidak ideal dan sangat mudah dimanipulasi. Oleh karena itu, seorang guru haruslah selalu meningkatkan kompetensinya (isinya) melalui kegiatan pengembangan diri.
Dari elegi ini, kita bisa belajar mengenai pentingnya memandang sesuatu sebagai satu kesatuan antara wadah dan isi. Wadah saja tanpa isi atau isi saja tanpa wadah sama-sama mengurangi makna dari sesuatu tersebut.

Baca Elegi Pertengkaran Antara Biasa dan Tidak Biasa

Refleksi dari Elegi Menggapai Pikiran Jernih

Berfilsafat merupakan kegiatan refleksi diri terhadap pikiran kita, mencakup semua yang kita pikirkan, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu berfilsafat bias juga dikatakan sebagai kegiatan berpikir refleksif.

Agar kita bisa berpikir refleksif yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, kita harus mampu menggunakan semua yang ada dan yang mungkin ada, termasuk pikiran dan yang kita pikirkan sebagai sebuah cermin yang bersih, bebas dari segala macam kotoran yang mengakibatkan pikiran tidak jernih. Cara yang bisa dilakukan untuk mencapai keadaan yang demikian adalah melalui bertanya dan berpikir. Disamping akan membuktikan keberadaan kita, bertanya dan berpikir juga akan menjadi permulaan pengembangan pengetahuan kita untuk mencapai logos, yaitu kejernihan/kejelasan pikiran.

Dari elegi ini, kita bisa memperoleh pelajaran bahwa di mana pun kita berada harus selalu berpikir refleksif melalui bertanya dan berpikir tentang semua yang ada dan yang mungkin ada. Jika tidak demikian, maka hidup kita akan terancam, yaitu akan termakan ketiadaan. Seorang guru yang tidak selalu bertanya dan berpikir tentang kompetensinya (paedagogis, kepribadian, sosial, dan professional), maka keberadaanya sebagai seorang guru akan termakan ketiadaan.

Baca Elegi Menggapai Pikiran Jernih

Jumat, 23 September 2011

Refleksi dari Elegi Pertengkaran Para Orang Tua Berambut Putih

Pada hakekatnya ilmu adalah multirupa. Ilmu bisa menempati satu titik sekaligus untuk wajahnya yang banyak, tetapi ilmu juga bisa menempati tempat yang banyak untuk wajahnya yang satu, yaitu ilmu itu sendiri. Ilmu-ilmu alam, sebagai salah satu cabang utama ilmu memiliki dua wajah yaitu ilmu alam dan ilmu hayat. Ilmu alam sendiri memiliki berbagai wajah seperti fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi. Fisika pun dapat menjelma dalam wajah mekanika, hidrodinamika, optika, termodinamika dll. Ilmu-ilmu sosial, sebagai cabang utama kedua ilmu juga mempunyai 5 wajah utama, yaitu antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik. Demikian seterusnya, masing-masing wajah itu juga memiliki wajah-wajah yang lain, namun hakekatnya adalah satu yaitu ilmu itu sendiri. (ontologi)

Setiap permulaan selalu ada akhirnya, demikian juga ilmu menjelajahi ruang dan waktu. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia (pondasi ilmu) dan berakhir pada batas pengalaman manusia. Ilmu harus dicari dan dikembangkan dengan metode sintetik dalam berpikir. Hipotesis yang telah teruji kebenarnnya akan menjadi teori ilmiah, yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis selanjutnya. (epistemologi)

Manfaat dari Elegi ini bagi seorang guru, adalah menyadarkan diri bahwa seorang guru senantiasa harus terus menimba sekaligus mengembangkan ilmunya sesuai dengan bidang tugasnya. Seorang guru harus selalu mencari tahu dan berusaha mengembangkan strategi, metode, dan pendekatan yang sesuai untuk menyampaikan topik tertentu kepada peserta didiknya. Forum MGMP bias dijadikan salah satu arena untuk “berkelahi” dalam arti yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya untuk memperoleh dan mengembangkan ilmunya. (aksiologi)

Baca Elegi Pertengkaran Para Orang Tua Berambut Putih

Kamis, 22 September 2011

Refleksi Untuk Elegi Menggapai Fungsi F(x) = 1

Semua yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini pada hakekatnya adalah merupakan kehendak dari Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Dalam kehidupan,fungsi  f(x) = 1  dapat ditafsirkan sebagai semua aktivitas (amal/perbuatan) manusia (sebagai salah satu pengganti variabel x) harus selalu berorientasi untuk menggapai Ridhlo dari yang 1, yaitu Sang Pencipta, Allah SWT. (Aspek Ontologi)
Secara umum, untuk menggapai Ridhlo dari Allah SWT kita harus selalu berusaha untuk melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya dengan penuh keihlasan. (Aspek Epistimologi)
Meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT. (Aspek Aksiologi)

Melalui elegi menggapai fungsi f(x) = 1 ini, semoga kita menjadi lebih sadar akan tugas yang harus dilaksanakan sebagai salah satu khalifah di muka bumi yang kelak akan dipertanggungjawabkan di depan Sang Pencipta Yang Esa, yaitu Allah SWT. Amiin.

Baca Elegi

Rabu, 21 September 2011

Refleksi Untuk Elegi Mendengarkan Tangisan Para Filsuf

Identifikasi aspek:
Ontologi:
Filsafat adalah pikiran para Filsuf. Belajar filsafat tidaklah mudah, karena sifat intensif dan ekstensif. Namun demikian bukan berarti filsafat itu tidak bisa dipelajari. Sebagai makhluk yang mempunyai akal (pikiran), justru dalam setiap aktivitasnya manusia selalu berfilsafat, karena pada hakekatnya filsafat adalah merupakan kegiatan berpikir dalam rangka merefleksi diri. Yang harus dilakukan adalah belajar membangun filsafat (olah pikir) dengan benar dan sungguh-sungguh agar tidak terperosok ke dalam ruang dan waktu yang salah sehingga terjebak menjadi seorang reduksionis, yaitu seorang yang serta merta dengan enaknya tanpa memikirkannya dan menggunakan bacaan yang relevan, telah membuat pernyataan atau melakukan klaim.

Epistemologi:
Belajar membangun filsafat  dengan benar harus dilakukan dengan metode filsafat, yaitu dengan cara membaca dan mempelajari pikiran para filsuf serta mempelajari sejarah perkembangannya. Tanpa cara yag demikian kita tidak akan mengetahui makna terdalam yang mereka pikirkan, sehingga kita tidak akan bisa mengaplikasikan dalam kehidupan. Hal ini akan sangat membahayakan dunia, karena akan muncul ide-ide/gagasan-gagasan yang tidak bersumber dari hasil pemikiran dan referensi yang relevan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak mungkin kita belajar filsafat tanpa mempelajari pemikiran para filsuf.

Aksiologi:
Mempelajari filsafat dengan benar akan memperkokoh konstruksi filsafat yang kita bangun. Bangunan filsafat yang benar dan kuat akan berpengaruh positif terhadap pola pikir dan tindakan seseorang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Seorang guru tidak seharusnya terpuruk menjadi seorang reduksionis. Semua yang menjadi klaim seorang guru harus berdasarkan pada pemikiran dan sumber bacaan (referensi) yang sesuai. Dengan demikian, seorang guru harus selalu belajar untuk meng-update bahkan meng-upgrade pengetahuannya, sehingga yang diberikan kepada peserta didiknya bukanlah sesuatu yang sudah bersifat “kadaluwarsa”.

Baca Elegi

Senin, 19 September 2011

Refleksi Untuk Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 5: Peran Intuisi dalam Mathematical Research

Identifikasi untuk aspek

Ontologi:
Intuisi matematika biasanya muncul di awal sebagai sumber pikiran/dugaan seseorang yang sangat mendukung dalam sebuah investigasi matematika . 

Epistemologi:
Ibarat  sebuah pisau, yang semakin sering diasah akan semakin tajam, intuisi matematika seseorang juga harus diasah (dilatih). Seorang guru matematika mempunyai tanggung jawab untuk mengasah intuisi matematika semua siswanya. Proses ini bisa dilakukan dengan cara mengajak siswa membuat sebuah dugaan (pemikiran awal) sebagai langkah awal pada setiap proses berpikirnya ketika mereka menghadapi sebuah permasalahan matematika.

Aksiologi:
Ketajaman intuisi matematika akan mendukung laju perkembangan pemahaman matematika seseorang, karena dengan demikian ide-ide/gagasan baru akan selalu muncul yang memungkinkan perluasan pemahaman terhadap matematika.

Baca Elegi

Refleksi Untuk Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 4: Kompetensi Matematika juga Menghasilkan Mathematical Intuition

Identifikasi untuk aspek:
Ontologi:
Matematika memiliki obyek yang bersifat abstrak, dan memiliki struktur dengn pola deduktif.

Epistemologi:
Guru matematika harus berperan menumbuhkan kreativitas dan logika berpikir siswa untuk memahami matematika melalui proses pembelajaran yang lebih nyata sebagai jembatan menuju obyek matematika yang abstrak sesuai dengan tingkat perkembangan siswanya.

Aksiologi:
Matematika dapat digunakan sebagai sarana berpikir kritis dan kreatif untuk menemukan ide-ide baru yang memperkuat intuisi matematika itu sendiri.

Baca Elegi

Minggu, 18 September 2011

Refleksi Untuk Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 3: Budaya Matematika Menghasilkan Mathematical Intuition

Identifikasi untuk aspek:
Ontologi:
Intuisi matematika harus diartikan secara tepat sebagai bagian (unsur) dari intelektualitas seseorang. Kita harus memahami bahwa kemampuan matematika seseorang dengan pengetahuan yang dimiliki tentang struktur matematika dan hubungannya, sebagai faktor kekuatan budaya bermatematika yang bisa menghasilkan ide/gagasan baru dalam matematika.

Epistemologi:
Guru (matematika) sebagai salah satu bagian yang bertanggungjawab atas tumbuh kembangnya budaya bermatematika harus menumbuhkan budaya itu kepada siswa dalam proses pembelajarannya.  Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika yang mengaitkan obyek matematika yang abstrak dengan dunia nyata, sehingga terlihat lebih kongkrit dan mudah dipahami siswa.

Aksiologi:
Budaya matematika yang kuat di kalangan siswa akan menghapuskan kesan umum yang selama ini melekat di sebagian besar siswa, yaitu matematika itu sulit dan membosankan. Hilangnya kesan ini dikalangan siswa akan membuat proses pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan sehingga mudah dipahami, dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Baca Elegi

Refleksi Untuk Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 2: Intuisi dalam Matematika (2)

Identifikasi untuk aspek:
Ontologi:
Pengalaman matematika seorang siswa harus dibangun dengan dasar pengetahuan (pemahaman) konsep, dan ketrampilan matematika melalui proses yang menyenangkan.

Epistemologi:
Pengetahuan matematika siswa harus dibangun melalui proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik matematika (ilmu deduktif) dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa yang bersesuaian dalam situasi pembelajaran yang menyenangkan. Seorang guru harus menanamkan kepada siswanya bahwa UN hanyalah salah satu bentuk evaluasi seperti halnya tes/ujian pada umumnya, sehingga tidak perlu menyiapkannya dengan jalan pnitas melalui drill saja tanpa mendasarinya dengan pengetahuan matematika yang cukup.

Aksiologi:
Dengan konsep matematika yang kuat didukung latihan yang cukup, ketrampilan dan intuisi matematika siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Hal ini sangat bermanfaat ketika mereka menghadapi masalah dalam situasi yang baru, termasuk ketika mereka menghadapi UN. Dengan pengetahuan matematika yang baik, hasil dari setiap jenis tes/ujian matematika sebagai salah satu bentuk evaluasi akan baik juga.

Baca Elegi

Sabtu, 17 September 2011

Refleksi Untuk Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 1: Intuisi dalam Matematika

Aspek Ontologi:
Hakikat intuisi adalah merupakan sebuah hasil kegiatan berpikir yang bebas dan tidak berdasarkan pada penalaran atau pola berpikir tertentu.

Aspek Epistimologi:
Intuisi seseorang bisa muncul kapan saja melalui proses berpikir yang dipengaruhi oleh struktur konsep yang kuat, kemampuan intelektual, dan kekayaan akan pengalaman yang dimiliki seseorang.

Aspek Aksiologi:
Intuisi matematika merupakan sumber pengetahuan yang berasal dari sebuah keyakinan (kepercayaan). Dalam matematika, intuisi memegang peranan cukup penting, karena dengan intuisi yang tajam kita bisa memprediksi (menemukan) hal-hal baru yang bisa menjadi titik awal pengembangan pengetahuan matematika.

Baca Elegi