Pengikut

Sabtu, 31 Desember 2011

Refleksi Forum Tanya Jawab 14: Filsafat Pendidikan Matematika

Objek formal  matematika adalah berupa benda-benda pikir mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Benda-benda ini dapat diperoleh dari benda konkret melalui abstraksi, yaitu kegiatan berpikir yang hanya memandang sifat-sifat tertentu saja dari benda/obyek yang dipikirkan atau dipelajari, dan melalui idealisasi, yaitu kegiatan berpikir yang memandang sempurna semua sifat yang ada dari benda/obyek yang dipikirkan.
Objek material matematika adalah benda-benda yang berada di lingkungan atau sekitar kita, dapat berupa benda-benda konkret, gambar atau model kubus, berwarna-warni lambang bilangan besar atau kecil, kolam berbentuk persegi, atap rumah berbentuk limas, piramida-piramida di Mesir, kuda-kuda atap rumah berbentuk segitiga siku-siku, roda berbentuk lingkaran, dan sebagainya. Secara material, kita dapat memikirkan kubus yang besar, kubus kecil, kubus yang berwarna-warni, dan seterusnya.

Kamis, 29 Desember 2011

Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 8: Architectonic Mathematics (1)

Membangun pengetahuan matematika bagi peserta didik harus dilakukan dengan memperhatikan tingkat perkembangan intelektualnya. Inilah yang dimaksud dengan matematika sekolah. Membangun pengetahuan peserta didik jenjang SD berbeda dengan peserta didik pada jenjang SMP, dan berbeda pula pada peserta didik pada jenjang SMA. Tataran untuk ketiga jenjang itu harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual peserta didik pada masing-masing jenjang. Membangun pengetahuan matematika pada jenjang SD tidak bisa menggunakan cara-cara untuk jenjang SMP maupun SMA, demikian sebaliknya. Jadi, matematika sekolah sangatlah terikat oleh ruang dan waktu.

Rabu, 28 Desember 2011

Refleksi Forum Tanya Jawab 17: Menemukan bahwa Filsafat adalah Diriku

Filsafat adalah sebuah kegiatan berpikir (olah pikir) dengan obyek mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupan. Semua yang ada mencakup semua yang sudah dan sedang terjadi, sedangkan semua yang mungkin ada mencakup sesuatu yang akan/mungkin terjadi.
Memikirkan semua yang ada tidak lain adalah sebuah refleksi dari yang sedang dan telah terjadi / dilakukan, dengan tujuan untuk memperbaiki/menjadikannya lebih baik di masa yang akan datang (yang mungkin ada).
Selama kita hidup, selama itu pula kita berpikir sesuai dengan dimensi masing-masing. Selama kita berpikir, selama itu pula kita berfilsafat. Jadi, filsafat tidak lain adalah diri kita itu sendiri. 

Refleksi Forum Tanya Jawab 16: Sintesis Hati dan Pikiran

Salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya adalah dikaruniainya akal/pikiran. Dengan karunia itu manusia punya kemampuan untuk berpikir/memikirkan semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya. Melalui proses berpikir inilah manusia bisa mencari, menemukan, memahami sesuatu,  membuat pertimbangan dan keputusan tentang sesuatu yang dipikirkannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka hasil akhir sebuah proses berpikir (keputusan/kesimpulan) harus melalui sebuah tahapan yang disebut menimbang. Pada tahan inilah diperlukan peran dari yang lain agar diperoleh sebuah kepuutusan/kesimpulan yang "baik". Inilah sebenar-benarnya fungsi hati, yaitu untuk memberikan masukan kepada pikiran tentang apakah sesuatu yang dipikirkan itu baik atau tidak menurut hati. 

Baca: Forum Tanya Jawab 16: Sintesis Hati dan Pikiran

Senin, 26 Desember 2011

Refleksi Sekolah Bertaraf Internasional : Sebuah Epistemology

Perjalanan RSBI menuju SBI saat ini masih sangat jauh dari yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah yang mendasari penyelenggaraan SBI pada jenjang yang bersesuaian.

Hal yang paling menonjol dari perjalanan tersbut adalah penyiapan sarana dan prasarana sekolah. Ini memang sangat penting, tetapi menurut saya RSBI/SBI bukanlah sekolah dengan bangunan megah dan fasilitas mewah.

Dalam perjalanannya menuju SBI, ruh dari sekolah yaitu "kurikulum" dan "proses pembelajaran" hampir belum ada yang melaksanakannya sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan yang ada, yaitu kurikulum yang diperkaya dengan standar dari negara OECD atau negara maju lainnya, serta proses yang berbasis IT, aktif, kreatif, menyenangkan dan kontekstual.

Apalah artinya bangunan megah dan fasilitas mewah jika ruhnya diabaikan (kurang / tidak mendapat perhatian yang lebih)?

Jadi, apapun nama/istilahnya (Rintisan, Potensial, SSN, ataupun RSBI/SBI) yang paling utama adalah niat dan komitmen dari semua komponen terkait, yaitu pemerintah, sekolah (Kepala Sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan), dan masyarakat (komite) untuk bersama-sama membangun kinerja sekolah yang berwawasan internasional dengan basis budaya lokal.
Terima kasih, dan mohon maaf atas kekurangan yang ada.

Rabu, 21 Desember 2011

Refleksi dari Forum Tanya Jawab 44: Orang Paling Seksi Di Dunia

Jawaban atas pertanyaan: apakah "seksi" itu?, mungkin bisa sebanyak orang yang menjawabnya. Menurut saya orang yang paling "seksi" secara filsafat adalah mereka yang bisa menggunakan ke"seksi"annya dalam ruang dan waktu yang tepat.

Refleksi dari Forum Tanya Jawab 42: Filsuf Tak Mampu Melarikan Diri

Selama manusia hidup, selama itu pula dia menggunakan akal/pikirannya untuk berpikir. Selama dia berpikir selama itu pula dia berfilsafat. Jadi, selama kita hidup di dunia ini, selama itu pula kita tidak akan lepas dari filsafat.

Refleksi dari Forum Tanya Jawab 41: Anti Filsafat

Filsafat merupakan kegiatan berpikir untuk merefleksi semua yang ada dan yang mungkin ada. Semua yang ada di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan yang satu merupakan lawan dari lainnya. Siang dan malam, laki dan perempuan, besar dan kecil, tinggi dan rendah, besar dan kecil, sehat dan sakit, susah dan bahagia, dan masih banyak lagi yang lain. Semua itu merupakan contoh tesis dan anti tesisnya. Dan sebenar-benar anti tesis adalah juga tesis. Oleh karena itu sebenar-benar anti filsafat adalah juga filsafat. Trima kasih

Selasa, 20 Desember 2011

DIRIKU, MATEMATIKA, PENDIDIKAN, DAN FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF RUANG DAN WAKTU


A.        Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang dikaruniai pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya. Manusia memiliki kemampuan “meragukan” segala sesuatu, mampu ”bertanya”, mampu ”menghubungkan” gagasan-gagasan,  dan mampu membuat sebuah ”kesimpulan” dalam kegiatan berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini manusia mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya. Untuk keperluan inilah semua manusia memerlukan matematika dan pendidikan. Begitu diperlukannya matematika dalam kehidupan, maka seorang ibu sudah mulai mengenalkan matematika kepada putra-putrinya sejak bayi. Seorang ibu yang sedang menggendong bayinya yang mungkin masih berumur 1 tahun atau bahkan kurang dari itu mulai mengajarkan pengetahuan sederhana kepada bayinya. Yang pertama diajarkannya adalah pengetahuan tentang ”bahasa” melalui panggilan-panggilan untuk orang-orang terdekatnya, seperti ”ayah/bapak/papa”, ”ibu/mama”, ”kakak/adik”, mbah/eyang” dan sebagainya. Selanjutnya yang kedua diajarkan seorang ibu kepada bayinya adalah ”matematika” melalui pengenalan bilangan ”satu, dua, tiga” atau ”setunggal, kalih, tigo” dan seterusnya. Setelah dua ha tersebut, yaitu ”bahasa” dan ”matematika” baru kemudian sang bayi akan diajarkan hal-hal lainnya. Sejak itulah manusia mulai mengenyam pendidikannya sebelum ia mengenyam pendidikan secara formal (di sekolah) maupun non formal di dalam masyarkat. Dengan demikian, sejak manusia dilahirkan, sejak itu pula mulai menggunakan pikirannya untuk berpikir dalam rangka membangun dan mengembangkan pengetehuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Itulah sebenarnya perjalanan filsafat seorang manusia sesuai dengan dimensi ruang dan waktunya.

B.        Diriku Dan Filsafat
Filsafat adalah sebuah kegiatan “refleksi", yang dalam kenyataannya bermakna sangat luas melebihi singkatnya kalimat itu. Luasnya makna filsafat tidak terlepas dari obyek filsafat itu, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada. Refleksi terhadap semua yang ada menjadi bahan pertimbangan untuk tindakan selanjutnya (yang mungkin ada). Hasil refleksi dari kegiatan berfilsafat menjadikan kita lebih kritis dan lebih dapat melihat dan mampu mengetahui segala aspek lebih dari sekedar yang kita lihat. Kapan dan di mana kita harus melakukan atau tidak melakukannya selalu kita refleksi berdasarkan aturan, pengalaman, dan prinsip tertentu. Jadi, berfilsafat tidak lain adalah sebuah aktifitas untuk mendekati suatu keadaan yang disebut harmoni (setimbang) dalam kehidupan. Agar kegiatan refleksi itu membuahkan hasil yang baik dan bermanfat, maka dalam berfilsafat (refleksi) harus dilakukan secara total, yaitu dengan penuh kesadaran, mendasar, dan menyeluruh dengan memperhatikan ruang dan waktu.
Selama hidupnya setiap manusia pasti berpikir. Hasil pikirannya bisa berupa ucapan, tulisan, maupun perbuatan atau tindakan. Agar buah pikiran itu bergerak menuju ke yang lebih baik seiring dengan berubahnya ruang dan waktu, mutlak diperlukan sebuah refleksi dalam ruang dan waktu yang bersesuaian. Dengan demikian dalam hidup dan kehidupannya manusia tidak bisa lepas dari filsafat. Diriku, sebagai bagian dari itu pun dalam hidup dan kehidupan ini tidak bisa lepas dari filsafat. Apa yang saya pikirkan, ucapkan, tulis, dan lakukan tidak lain adalah perjalanan filsafat sesuai dengan dimensi yang ada. Diriku adalah subyek sekaligus obyek dalam filsafat. Sebagai subyek karena terkait langsung dengan kegiatan berpikir yang tidak lain adalah filsafat itu sendiri, sedangkan sebagai obyek karena merupakan salah satu bagian kecil dari obyek filsafat yang mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada.

C.        Matematika dan Filsafat
Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Filsafat merupakan dasar untuk mempelajari ilmu dan matematika merupakan ratu sekligus pelayan dari ilmu. Keduanya juga sama-sama bersifat apriori, mempunyai obyek abstrak (di alam pikir) dan tidak eksperimentalis, disamping itu hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.
Pertanyaan sederhana tentang “apakah matematika itu?” adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat yang berkaitan dengan hakekat atau ontologi. Jawaban atas pertanyaan itu tidak tunggal. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa jawaban atas pertanyaan itu adalah sebanyak yang menjawabnya. Namun demikian, beragamnya jawaban itu dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) aliran sesuai dengan hasil pemikiran para ahli (flsuf) yang sudah sejak abad 19 yang lalu memikirkannya. Ketiga aliran itu adalah: 1) Formalism, yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) seorang matematikawan Jerman. Bagi pengikut aliran ini, matematika merupkan sebuah pengethuan tentang struktur formal dari lambang (simbol). Aliran ini menekankan konsistensi matematika sebagai bahasa simbol; 2) Logicism, yang berpendapat bahwa semua matematika dapat diturunkan dari prinsip-prinsip logika. Dengan kata lain, aliran ini mengatakan bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang benar atau salahnya dapat ditentukan tanpa bukti empiris. Tokoh dalam aliran ini yang juga seorang ahli filsafat disamping matematikawan adalah Bertrand Russel (1872-1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947), berasal dari Inggris; 3) Intuisionism, dengan tokoh seorang matematkawan Belanda Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966). Menurut pengikut aliran ini, matemtika berasl dan berkembng did lam pikiran manusia. Aliran ini sejalan dengan pendapat Imanuel Kant (1724-1804) yang menyatakan bahwa mateatika merupakan pengetahuan yang eksistensinya tergantung pada pengalaman.

D.        Pendidikan dan Filsafat
Pendidikan sudah dilakukan sejak kita berada dalam lingkungan keluarga, mulai dari belajar berkomunikasi hingga belajar tentang tanggungjawab. Tiga pilar filsafat yaitu apa, bagaimana, dan mengapa kita melakukan sesuatu sudah mulai dipelajarai secara sederhana dengan semangat kebersamaan dalam lingkungan keluarga. Pertanyaan seorang anak kecil tentang apa, bagaimana, dan mengapa seseorang bisa sakit adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat seorang anak yang disampaikan secara lugas dan sederhana namun tidak mudah untuk menjawabnya. Pendidikan di lingkungan keluarga ini menyiapkan kita untuk mengikuti pendidikan di level berikutnya, yaitu di lingkungan masyarakat sekitar secara formal (sekolah) ataupun non formal (di luar sekolah). Di dalam dua lingkungan itulah sebenarnya kita menempuh pendidikan, disamping secara formal melalui bangku sekolah yang hanya sebentar dan sangat terbatas.
Secara formal, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian ini tampak bahwan di dalamnya memuat faktor-faktor yang menunjukkan adanya aktifitas berfilsafat, yaitu usaha sadar, mengembangkan potensi diri, pengendalian diri, kepribadian, dan spiritual keagamaan. Pendidikan tidak lain adalah sebuah aktifitas seseorang berfilsafat dengan tujuan mengembangkan potensi diri agar memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, dan kemampuan mengendalikan diri.
Pendidikan secara fomal memiliki 4 (empat) pilar, yaitu: 1) belajar untuk memahami; 2) belajar untuk berbuat kreatif; 3) belajar untuk hidup bersama; dan 4) belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri. Pilar pertama yaitu memahami, memuat makna bahwa belajar harus mampu menjawab 3 pertanyaan mendasar: apa?, bagaimana?, dan mengapa? yang tidak lain dalam filsafat kita kenal sebagai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Pilar kedua yaitu kreatif, menyiratkan bahwa salah satu hasil belajar adalah dimilikinya daya cipta (kemampuan untuk menciptakan) sebagai penerapan dari apa yang telah dipelajarinya. Pilar yang ketiga adalah hidup bersma, menyiratkan bahwa disamping memiliki daya cipta, hasil belajar juga harus meningkatkan kemampuan seseorang untuk hidup bersama dalam masyarakat luas, saling membantu, menghargai antara satu anggota dengan anggota masyarakat lainnya. Yang terakhir, hasil belajar terlihat dari terbangunnya jati diri pebelajar sesuai dengan pilar keempat yaitu membangun dan mengekspresikan jati diri. Dengan jati diri yang kuat, akan memperkokoh fondasi bangsa, sehingga tidak akan mudah ”dijajah” oleh bangsa lain, karena memiliki karakter pribadi dan budaya yang kuat. 
Seperti halnya manusia dan filsafat, matematika dan filsafat, pendidikan dan filsafat juga merupakan dua hal yang tidak bisa sling lepas. Pendidikan mutlak membutuhkan dasar filosofis. Dengan dasar filosofis yang kuat dan jelas, akan memperjelas arah dan tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan, sehingga prosesnya pun tidak akan menyimpang dari arah dan tujuan yang akan dicapai. Pendidikan tanpa dasar filosofis dapat diibaratkan seperti seseorang yang berjalan ditempat yang asing dalam keadaan gelap, sehingga besar kemungkinan akan melewati jalan-jalan yang semestinya tidak dilewati. Jika hal itu terjadi dalam dunia pendidikan, maka yang timbul adalah ”perampasan” hak-hak peserta didik untuk memahami, kreatif, hidup bersama dan membangun jati dirinya. Sebaliknya dalam berfilsafat juga dibutuhkan pendidikan. Tanpa pendidikan, kegiatan berfilsafat kita bisa masuk dalam ruang dan waktu yang salah/tidak sesuai, yang bisa mengakibatkan diperolehnya hasil yang tidak lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan tujuan berfilsfat.

Datar Bacaan:
  1. Depdiknas. 2002. Ilmu Filsafat. Dirjen Dikdasmen-Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Jakarta. 
  2. -------------. 2004. Matematika (Materi Pelatihan Terintegrasi). Dirjen Dikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan pertama. Jakarta. 
  3. Marsigit. Hubungan antara Filsafat dan Matematika. http://marsigitphilosophy.blogspot.com/2008/12/hubungan-antara-filsafat-dan-matematika.html, diakses tanggal 12 Desember 2011

Baca di: Salam dari Thailand

Jumat, 16 Desember 2011

Refleksi Elegi SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN

Begitu kompleks permaslahan di dunia pendidikan kita, mulai dari peraturan-peraturan pemerintah yang lingkupnya terlalu sempit dan/atau bahkan tidak releven, optimalisasi peningkatan kualitas pendidikan, efektifitas kinerja lembaga-lembaga pendidikan, hingga masalah kesejahteraan guru/dosen sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan di lapangan.
Proses perbaikan dan/penyelesaian permasalahan tersebut harus secara terus menerus dilakukan oleh semua pihak yang terkait langsung dengan dunia pendidikan. Peraturan-peraturan pemerintah sebagai payung hukum harus menjadi prioritas utama sebelum menyentuh perbaikan di bidang lainnya. Setelah itu baru lembaga-lembaga terkait menjadi target perbaikan dan akhirnya para pelaku langsung melaksanakannya dengan sebenar-benarnya sesuai dengan peraturan yang ada.
Khusus untuk nama (lembaga atau yang lainnya) menurut saya tidak terlalu pokok untuk diubah atau tidak diubah namanya. Nama sebaik apa pun tidak akan mengatasi masalah yang ada apabila tidak diikuti dengan program-program dan tindakan-tindakan yang kurang mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Nama KTSP bisa saja tidak di ubah, tetapi orientasinya seperti yang ada dalam surat terbuka ini. Demikian pula nama MGMP tidak harus diganti, tetapi program dan kegiatannya yang mesti diperbaiki, untuk menunjang efektifitas peningkatan mutu yang bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah "niat" dari para pelaku langsung untuk berubah dan terus berubah menjadi yang lebih baik. Niat atau kemauan untuk berubah menuju yang lebih baik dari para pelaku langsung inilah sebenarnya yang menjadi kunci utama penyelesaian berbagai permaslahan di dalam dunia pendidikan kita. Tanpa hal itu, perubahan/perbaikan peraturan pemerintah dan lembaga terkait dalam dunia pendidikan akan menjadi formalitas belaka.

Senin, 12 Desember 2011

Refleksi Philosophical Ground of Human Resources Development: Its implication to Educational Change

Pendidikan bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pendidikan mempunyai peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang handal yang mampu menghadapi dan menjawab tantangan persaingan global.
Dunia pendidikan diharapkan mampu menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia melalui peroses yang ada di dalamnya. Untuk bisa menghasilkan sumber daya manusia yang demikian, diperlukan perubahan paradigma dalam sistem dari pendidikan yang berorientasi pada hasil ke pendidikan yang berorientasi pada proses. Untuk ini perlu dibudayakan beberapa hal dalam dunia pendidikan kita, antara lain: 1) menciptakan sekolah sebagai laboratorium bagi peserta didi; 2) mendasarkan segala kebijakan pada umpan balik yang berasal dari hasil penelitian dan/atau survey; dan 3) meningkatkan budaya meneliti dalam mengatasi permasalahan yang ada.

Baca: Philosophical Ground of Human Resources Development: Its implication to Educational Change

Refleksi Constructing Mathematics Activity at Group-Discussion of The 6th Grade Students Of Primary Schools

Elegi ini merupakan salah satu contoh nyata bagaimana mengembangkan kegiatan peserta didik dalam rangka membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa langkah-langkah mengembangkan kegiatan peserta didik dalam rangka membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran, sebagai berikut: 1) guru mengawali dengan menyampaikan materi yang akan dipelajari; 2) guru memberikan permaslahan dan menjelaskan kepada peserta didik apa yang harus dilaksanakan; 3) guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan diskusi kelompok (menggunakan bantuan LKS yang dikontruksi guru sendiri sebelum proses pembelajaran); dan 4) masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi serta membuat kesimpulan.
Melalui proses pembelajaran seperti itu dengan diamati oleh teman sejawat dan/ atau ahli yang bersesuaian, inovasi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam membangun pengetahuannya akan senantiasa berkembang. Dengan demikian guru mempunyai variasi yang banyak dalam proses pembelajaran.
Semoga elegi ini menjadi sebuah motivasi kepada kita (guru) di Indonesia untuk senantiasa berusaha melakukan pengembangan invovasi proses pembelajaran di kelasnya dengan perubahan paradigma dari "guru mengajar" menjadi "peserta didik belajar". 

Minggu, 11 Desember 2011

Refleksi dari: Do the Teachers need to Research their Own Teaching ?

Berdasarkan pernyataan bahwa tidak ada satupun metode yang tepat untuk semua topik dalam proses pembelajaran, maka seorang guru hendaknya senantiasa berusaha mencari dan menemukan metode pembelajaran yang cocok untuk menyampaikan nmaterimateri tertentu dalam proses pembelajarannya. Hal ini sangat diperlukan agar kualitas pembelajaran bisa meningkat yang akan bermuara pada meningkatnya kompetensi peserta didik sebagai hasil membangun pengetahuannya melalui proses pembelajaran tersebut.
Seorang guru mempunyai kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan tersebut tanpa harus mengurangi beban tugas profesionalnya dalam mengajar. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut dapat dilakukannya sambil melakukan proses pembelajaran di kelasnya. Tanpa usaha seperti itu maka guru cenderung akan menggunakan metode yang tidak variatif dalam proses pembelajarannya. Hal ini akan menjadikan seorang guru memitoskan terhadap metode tertentu. 
Kondisi nyata saat ini masih banyak guru yang belum berusaha melakukan penelitian terhadap proses pembelajarannya. Salah satu indikasi dugaan ini adalah banyaknya guru bergolongan IV/a yang hingga bertahun-tahun cenderung tetap pada pangkat dan golongan itu. Hal ini dikarenakan komponen pengembangan profesi yang salah satu caranya dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas jarang/tidak dilakukannya.
Tanpa didasari semata-mata untuk mengejar kenaikan pangkat/golongan, seharusnya kita (guru) mulai menetapkan niat untuk senantiasa mengembangkan profesinya melalui penelitian tindakan kelas yang bisa dilakukannya sambil melakukan proses pembelajaran di kelasnya. Kita (guru) harus senantiasa berusaha meningkatkan sensitifitasnya terkait dengan proses pembelajaran di kelasnya. Kita harus senantiasa membiasakan mengidentifikasi masalah dalam proses pembelajaran, menentukan alternatif solusi atas masalah tersebut, menguji, mengevaluasi, merefleksi, dan membuat kesimpulan. Dengan kebiasaan yang demikian diharapkan proses pembelajaran dari waktu-ke waktu terus berubah menuju yang lebih baik.

Sabtu, 10 Desember 2011

Refleksi The Role of Lesson Study to Improve Teaching Learning of Mathematics and Science

Lesson Study merupakan salah satu alternatif mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran yang hingga saat ini masih dinilai oleh banyak pihak belum memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya. Keunggulan lesson study adalah para guru bisa mengembangkan profesionalitasnya melalui penelitian kelas dalam proses pembelajaran. Sedangkan bagi peserta didik pembelajaran dengan lesson study memberikan kesempatan yang lebih luas kepada mereka untuk mngkonstruksi sendiri pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Hasil penelitian kelas melalui kegiatan lesson study dapat memunculkan inovasi-inovasi baru dalam proses pembelajaran, mencakup strategi, metode, pendekatan, model, sumber belajar dan komponen lain yang terkait langsung dengan proses pembelajaran.
Lesson Study dilaksanakan dengan 3 (tiga) tahapan utama, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Kegiatan perencanaan meliputi penyiapan strategi, metode, pendekatan, model, dan sumber belajar yang dirancang ke dalam sebuah sekenario pembelajaran (RPP) yang melibatkan teman sejawat. Tahapan berikutnya adalah melaksanakan apa yang sudah racang dalam tahap perencanaan yang melibatkan observer dari berbagai komponen terkait. Tahap terakhir adalah melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan. Tahapan ini diawali dengan penyampaian pengalaman guru selama melaksanakan proses pembelajaran, kemudian diikuti penyampaian pendapat/masukan dari observer tentang jalannya proses pembelajaran. Melalui kegiatan refleksi ini dimungkinkan muncul ide-ide baru yang inovatif untuk kepentingan pembelajaran berikutnya.
Pembelajaran berbasis lesson study merupakan jawaban untuk mengubah paradigma "guru mengajar" menjadi "peserta didik belajar". Lesson Study merupakan salah satu inovasi dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepad peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuan barunya melalui proses pembelajaran.
Pelaksanaan lesson study di Indonesia masih merupakan barang yang langka, kecuali di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project pelaksanaan lesson study. Salah satu kendala/hambatan pelaksanaan lesson study di Indonesia adalah karakter peserta didik yang belum biasa mengadapi kehadiran orang lain (observer) di kelasnya saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat terkait dengan masih jarangnya pelaksanaan pembelajaran berbasis lesson study di Indonesia. Ke depan semoga Lesson Study semakin banyak diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia sebagai salah satu jawaban perubahan paradigma pembelajaran.

Jumat, 09 Desember 2011

Refleksi Elegi Guru Menggapai Perubahan

Tidak ada di dunia ini yang tidak berubah. Semua yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini mengalami perubahan. Sebenar-benar perubahan adalah usaha kita untuk selalu menuju pada kebaikan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Untuk bisa melakukan perubahan yang demikian, kita harus sadar tentang perubahan itu sendiri, kemudian melakukan niat dan motivasi untuk melakukan perubahan. Selanjutnya kita harus mencoba dan terus mencoba dengan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan perubahan itu serta senantiasa melakukan refleksi terhadap yang telah kita lakukan dalam perubahan tersebut.
Dalam dunia pembelajaran, perubahan harus selalu dilakukan. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan obyek hidup yang senantiasa berubah, yaitu siswa. Pernyataan bahwa tiada metode yang paling cocok dalam proses pembelajaran harus memotivasi kita (para guru) untuk senantiasa melakukan perubahan dalam proses pembelajarannya. Sebenar-bernar perubahan dapat kita lakukan melalui penelitian yang bisa kita lakukan dalam proses pembelajaran itu. 

Kamis, 08 Desember 2011

Refleksi Ungkapan seorang mahasiswi tentang pengalamannya melakukan penelitian bersama guru matematika di sekolah

Elegi yang memberikan pencerahan dan motivasi bagi saya sebagai seorang guru untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kualitas pembelajaran dengan melakukan penelitian sambil mengajar. 
Hasil penelitian yang disampaikan juga memberikan gambaran yang nyata bahwa proses pembelajaran dengan metode kooperatif bisa bisa meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi tertentu. Disamping itu juga meningkatkan ketrampilan sosial siswa dan juga keberanian mengemukakan pendapat. 
Dengan metode kooperatif proses pembelajaran lebih memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa sebagai subyek belajar untuk berpartisipasi aktif melalui keterlibatannya dalam membangun pengetahuan barunya.
Hal yang paling berharga dari pengalaman penelitian tindakan kelas ini adalah bahwa sudah saatnya para guru saat ini memulai menemukan dan mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajarannya dengan mencoba dan mencoba melakukan kegiatan serupa. 
Terima kasih.

Refleksi Elegi Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika

Elegi yang sangat menyentuh dan memotivasi kita (para guru) untuk hijrah dari paradigma "guru mengajar" menjadi "siswa belajar". 
Belajar matematika merupakan aktifitas membangun pengetahuan di bidang matematika. Oleh karena itu para guru matematika sudah seharusnya memberi kesempatan yang luas kepada para siswanya untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajarannya, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang luas untuk membangun pengetahuan matematikanya sendiri sesuai dengan potensi dan pengalamannya masing-masing. Guru dituntut untuk lebih berperan sebagai fasilitator daripada sebagai satu-satunya sumber utama dalam proses pembelajaran. Sebaliknya, siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan keterlibatan siswa yang tinggi dalam proses pembelajaran maka kreatifitas mereka akan muncul dan proses pembelajaran menjadi lebih aktif dan menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang harapkan.

MEMAHAMI HAKEKAT PESERTA DIDIK MEMBANGUN PENGETAHUANNYA SENDIRI DALAM KONTEKS KELAS BERTARAF INTERNASIONAL

Oleh: Yuliyanto

A.    Pendahuluan
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan yang dimaksud peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pedidikan adalah sebuah usaha sadar yang bertujuan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran.
 
Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pembelajaran di kelas harus dirancang sedemikian hingga peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri melalui bimbingan guru. Di dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa proses pem¬belajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hal ini maka haruslah guru mengubah paradigma dari guru ”mengajar” menjadi peserta didik ”belajar”. Hal ini menuntut adanya perubahan paradigma yang lain yaitu dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (students centered).
 
Lebih lanjut disebutkan dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 bahwa kegiatan inti dalam proses pembelajaran harus mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk mengeksplore kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuannya melalui kegiatan yang aktif dan interaktif. Sedangkan kegiatan elaborasi dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta didik menyampaikan hasil eksplorasi kemampuannya membangun pengetahuan barunya. Sedangkan kegiatan konfirmasi dilakukan dengan maksud sebagai media refleksi dan pemerolehan umpan balik serta membangun motivasi dalam membangun pengetahuannya.
 
Sejak tahun 2007 pemerintah mulai meralisasikan pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Hal ini merupakan realisasi amanat yang tertuang pada BAB XIV pasal 50 ayat 3 UU nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan / atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurang-nya satu satuan pendidikan   pada   semua jenjang   pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009 pemerintah juga menetapkan beberapa sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia di tetapkan sebagai RSBI angkatan 2 dan 3. Kebijakan ini diikuti dengan penetapan permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa sekolah bertaraf internasional yang selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Tujuan penyelenggaraan SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keampuan: 1) menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional; 2) bersaing dalam berbagai lomba internasional; 3) bersaing kerja di luar negeri; 4) berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya; 5) berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; dan 6) menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.
 
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa yang RSBI/SBI = SNP + X dengan SNP adalah standar nasional pendidikan yang memuat indikator kinerja kunci minimal (IKKM) dan X adalah variabel yang mencakup indikator kinerja kunci tambahan (IKKT). Dengan demikian sebuah RSBI/SBI harus menambahkan variabel X pada 8 standar nasional pendidikan yang meliputi standar kopetensi lulusan (SKL), isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan serta standar penilaian.
 
Untuk bisa menjadi SBI, adalah hal yang mutlak untuk melaksanakan sistem  yang memenuhi kriteria tersebut. Selanjutnya dalam tulisan ini hanya akan dibahas variabel X yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang difokuskan pada peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran.

B.    Belajar dan Pembelajaran
Manusia belajar sejak dilahirkan (bahkan sejak masih dalam kandungan ibunya). Belajar merupakan kegiatan bagi seseorang dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Arlina Gunarya (2009: 2) mengatakan bahwa belajar adalah panggilan hidup. Sugihartono, dkk. dalam Hamdan Nugroho (2009) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dann (2003: 9) mengatakan bahwa “learning is a covert, intellectual activity which proceeds in the socially complex, potentially rich environment”. Menurut Dann, belajar adalah kegiatan/aktifitas intelektual yang berlangsung secara sosial dalam arti luas dengan melibatkan potensi lingkungan sekitarnya.
 
Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya belajar adalah sebuah aktifitas dalam kehidupan seseorang dalam usaha mengenali dan mencari tahu tentang sesuatu. Belajar merupakan sebuah interaksi sosial yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah menjadi bentukan guru, melainkan kegiatan aktif peserta didik untuk membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain.
 
Pembelajaran yaitu proses fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman, 2001:9). 
Pembelajaran merupakan sebuah proses pendidikan yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Pembelajaran di sekolah merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (message) yaitu materi dari sumber (resource) kepada penerima (receiver) melalui saluran atau media (channel) tertentu. Proses komunikasi yang baik dalam pembelajaran, apabila peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. McDonald  dalam  Omar Hamalik (2001: 124) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah: tujuan pembelajaran,  motivasi, guru, materi pembelajaran, metode yang digunakan, media, evaluasi, dan situasi lingkungan.

C.    Proses Pembelajaran di RSBI/SBI
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seperti tertuang di dalam permendiknas nomor 78 tahun 2009 diselenggrakan setelah memenuhi 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI dilaksanakan berdasarkan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Disamping itu, proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan kontekstual.
 
Proses pembelajaran harus aktif, artinya menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang sedang membangun pengetahuan. Tiga pernyataan Konfusius, yaitu “yang saya dengar, saya lupa, “yang saya lihat, saya ingat” dan “yang saya kerjakan, saya pahami” mencerminkan perlunya cara belajar yang aktif. Pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah saja (peserta didik mendengarkan) akan mudah dilupakan. Sebaliknya, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukannya maka pengetahuan baru yang diperoleh akan lebih dipahami. Proses pembelajaran yang aktif tidak terpusat pada guru melainkan pada peserta didik. Guru bukanlah satu-satunya sumber utama dalam proses pembelajaran. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran yang aktif tidak secara searah (dari guru ke peserta didik), melainkan harus multi arah. Guru harus berperan sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didiknya untuk membangun pengetahuannya melalui interaksi multi arah dalam proses pembelajaran.
 
Disamping aktif, proses pembelajaran juga harus kreatif, baik guru maupun peserta didik. Guru harus kreatif dalam menggunakan berbagai strategi, metode, pendekatan, dan model dalam proses pembelajarannya. Demikian juga peserta didik, mereka harus difasilitasi dan dimotivasi agar kreatifitasya dalam rangka membangun pengetahuannya muncul sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui proses pembelajaran yang aktif dn kreatif diharapkan akan tercipta suasana yang lebih menyenangkan, sehingga proses pembelajaran dalam rangka membangun pengetahuan baru berlangsung lebih efektif.
 
Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI menurut permendiknas nomor 78 tahun 2009, disamping harus aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan juga dituntut menggunakan pendekatan yang kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan konsep pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata peserta didik. Prinsip yang melatar belakangi konsep pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah pernyataan bahwa “belajar akan lebih bermakna apabila peserta didik ‘mengalami’, bukan ‘mengetahui’ apa yang dipelajari”.
 
Pembelajaran dengan pendekatan CTL didasari oleh filosofi “konstruktivisme” hasil gagasan Jean Piaget (Swis), dan Lev Vygotsky (Rusia), yang memuat 5 (lima) unsur dasar, yaitu : 1) Activating knowledge (pengaktifan pengetahuan yang sudah ada); 2) Acquiring knowledge (pemerolehan pengetahuan baru); 3) Understanding knowledge (pemahaman pengetahuan); 4) Applying knowledge (mempraktekkan pengetahuan); dan 5) Reflecting knowledge (refleksi terhadap pengetahuan)
 
Kelima unsur dasar itulah yang menuntut pembelajaran di kelas RSBI/SBI untuk berpusat kepada peserta didik (students centered). Peserta didik diposisikan sebagai subjek yang harus membangun sendiri pengetahuannya melalui proses pembelajaran. Hal tersebut menuntut para guru RSBI/SBI untuk bisa mengubah paradigma “guru akting di depan kelas, dan peserta didik menonton” menjadi “peserta didik belajar dan bekerja, sedang guru mengarahkan dan memfasilitasi”. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut adalah guru perlu menggunakan model pembelajaran yang variatif dalam proses pembelajarannya. Untuk itu, para guru RSBI/SBI harus selalu memperkaya pengetahuan dan meningkatkan ketrampilannya, terutama dalam metode dan strategi pembelajaran yang memfasiitasi peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dirancangnya.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Arlina Gunarya (2009. Hakekat Belajar (modul). Panitia Tingkat Universitas-Pelatihan Basic Study Skill bagi Mahasiswa Angkatan 2009. Makasar.
  2. Dann, Ruth. 2003. Promoting Assessment As Learning - Improving the Learning Process. Taylor and Francis Group. London and New York.
  3. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dirjendikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.
  4. Erman Suherman dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.UPI . Bandung
  5. Hamdan Nugroho (2009). Esai Revitalisasi Proses Pengkaderan Ipm Kota Yogyakarta Sebagai Pendidikan Awal Calon Kader. http://hamsmars.blogspot.com/2009_06_01_archive.html (Diakses tanggal 17 Maret 2011)
  6. Oemar Hamalik (2004). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
  7. Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
  8. Permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
  9. Silbermann, Melvin L. 2006. Active Learning: 1001 Cara Belajar Siswa Aktif. Penerbit Nusamedia.Bandung.
  10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Selasa, 06 Desember 2011

Refleksi Elegi Menggapai Tetap

Semua yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia ini tidak ada yang bersifat tetap. Kita harus yakin bahwa di dunia ini tidak ada satupun yang bersifat tetap. Yang mempunyai sifat tetap itu hanyalah Sang Penguasa ruang dan waktu yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa. Semua ketetapa-Nya bersifat tetap/absolut/mutlak. Bahwa jodoh, rizki, dan mati yang sudah ditetapkan-Nya itulah sebenar-benarnya contoh yang tetap. Manusia tidak akan mampu mengubahnya sekalipun dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya.
Nasehat bijak bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari sekarang merupakan nasehat yang menuntut kita untuk selalu berubah menuju yang lebih baik sesuai dengan ruang dan waktu. Oleh karena itu sebenar-benarnya tetap adalah usaha kita untuk senantiasa berubah dari waktu ke waktu menuju keadaan yang lebih baik.
Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap usaha kita untuk menuju yang tetap setelah berakirnya kehidupan ini. Amiiin....

Senin, 05 Desember 2011

Refleksi Elegi Menggapai Kategori

Menurut Imanuel Kant, kemampuan manusia untuk membangun pengetahuannya didasarkan pada kategori yang ada dalam pikiran manusia yang terdiri dari 12 kategori yang dibagi menjadi 4 yaitu kuantitas, kualitas, hubungan, dan modalitas dengan masing-masing kategori terdiri dari 3 kategori lainnya.
Dengan segala keterbatasan yang ada, menurut saya kategori hubungan dan modalitas adalah bagian dari kategori kualitas. Oleh karena itu semua yang ada dan yang mungkin ada dapat hanya dikategorikan menjadi 2 yaitu kuantitatif (menunjuk banyak/sedikit) dan kualitatif (menunjuk kepada sifat obyek).

Refleksi Elegi Menggapai Pengetahuan Obyektif

Dengan akal/pikirannya manusia memiliki kemampuan untuk merefleksi semua yang ada untuk mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan barunya. Berdasarkan sesuatu yang kita pikirkan, kita bisa mengimajinasikan, membuat persepsi, melakukan analisis dengan metode tertetnu, lalu menyimpulkannya, kemudian menuangkannya sebagai sebuah pendapat. Inilah tesis kita dari yang ada yang menjadi obyek pikiran kita. Pengetahuan yang seperti ini masih bersifat subyektif, artinya semua yang kita lakukan yang terdiri dari imajinasi, persepsi, analisis, dan kesimpulan/pendapat itu baru "benar" menurut kita.
Agar pengetahuan/pendapat itu menjadi obyektif, maka harus diperbincangkan dalam forum tertentu yang melibatkan orang banyak untuk dicari anti tesisnya, seperti pameran, diskusi, seminar dan sejenisnya. Dari sini akan muncul anti tesis-anti tesis dari tesis kita, yang selanjutnya dengan mensintesisnya akan menjadi sebuah pengetahuan baru yang bersifat obyektif (benar secara umum).
Dari elegi ini kita bisa belajar untuk bersikap kritis terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada dengan selalu berusaha menemukan tesis, anti tesis dan melakukan sintesis dalam membangun pengetahuan yang obyektif. Komen-komen elegi ini adalah contoh tesis/pendapat/kesimpulan/pengetahuan yang masih bersifat subyektif menurut yang membuat komen. Adalah sebuah media yang cocok bagi kita untuk memperbincangkannya, menemukan anti tesisnya, dan mensintesisnya agar menjadi sebuah pengetahuan yang obyektif.
Baca: Elegi Menggapai Pengetahuan Obyektif

Refleksi Elegi Menggapai Lengkap

Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang memiliki keistimewaan dari makhluk yang lain. Salah satu keistimeaan itu adalah manusia dikaruniai akal/pikiran, sehingga mampu berpikir. Dalam perjalanan hidupnya manusia selalu berpikir terhadap obyek yang meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada baik dalam dirinya maupun di luar dirinya. Dengan kemampuan berpikir tentang semua yang ada dan yang mungkin ada itu, manusia memiliki kemampuan merefleksi kehidupnya untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan karunia pikiran itu manusia juga mempunyai kemampuan selalu mengembangkan pengetahuannya.
Namun demikian, dibalik keistimewaan yang diberikan manusia harus mengakui bahwa mereka tidak akan bisa menggapai apa yang mereka pikirkan. Manusia harus menyadari sepenuhnya bahwa mereka diciptakan dalam kodrat yang sangat terbatas yang tidak akan mungkin menggapai lengkap/sempurna. Oleh karena itu, sebenar-benarnya yang dilakukan manusia dengan akal/pikirannya adalah semata-mata berusaha untuk mendekatinya tanpa mungkin bisa menggapainya secara mutlak.
Oleh karena keterbatasan itulah manusia juga dikaruniai kemampuan untuk menyederhanakan semua yang ada dan yang mungkin ada yang menjadi obyek pikirannya. Inilah yang dinamakan kemampuan mereduksi. Kemampuan ini pun juga terbatas, tidak mungkin semua yang ada dan yang mungkin ada yang menjadi obyek pikirnya mampu direduksi secara sempurna. Oleh karena itu, kita harus berusaha dan terus berusaha mengasah kemampuan metode berpikir reduksi ini dengan tepat, sesuai dengan ruang dan waktu. Sebenar-benar reduksi adalah yang memperhatikan ruang dan waktu, yaitu kapan, dimana, dan kepada siapa reduksi itu kita lakukan.
Elegi ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga kepada kita semua, bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan dengan kodrat terbatas. Oleh karena itu dalam hidup ini seharusnya kita rendah hati dan tidak sombong, bersikap sederhana, serta terus berusaha menuju pada kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya, karena umur kita adalah terbatas. Semoga kita semua senantiasa dalam bimbingan-Nya, dzat yang maha lengkap dan sempurna.